-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

Aceh Tamiang dikepung HGU, Tapi Masyarakat Tak Kebagian Manfaat

lampumerahnews
Rabu, 05 November 2025, 11.09 WIB Last Updated 2025-11-05T04:09:39Z



Lampumerahnews.id

Aceh Tamiang — Hamparan sawit yang mengelilingi hampir setiap batas kampung di Aceh Tamiang membuat wilayah ini seperti tak lagi punya ruang bebas. Dari perbatasan Aceh–Sumatera Utara hingga ke pedalaman Seumadam, pohon-pohon sawit berdiri rapat, membentuk dinding hijau yang menutup pandangan ke arah bukit.


Namun di balik hamparan itu, kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan justru tak banyak berubah. Sejak 2016, Serambi Indonesia sudah menulis bahwa “Aceh Tamiang kini dikepung HGU” dan delapan tahun berlalu, keadaan itu tak kunjung beranjak.


Di data resmi Kantor Pertanahan (BPN) Aceh Tamiang, tercatat sedikitnya 124 bidang HGU aktif dengan luas sekitar 45 ribu hektare. Dari luas itu, sebagian besar dikuasai oleh perusahaan besar seperti PT Socfindo, PT Mapoli Raya, PT. PPP dan beberapa perusahaan sawit swasta lainnya.


Namun, hingga kini, warga sekitar kebun mengaku belum pernah menikmati hak mereka atas kebun plasma — kewajiban sosial yang seharusnya dijalankan setiap pemegang HGU.


Seorang warga di Kampung Seumadam mengingat, sejak awal keberadaan perusahaan, masyarakat dijanjikan kebun plasma sebagai bentuk kemitraan.


“Katanya dulu kami akan dapat kebun, tapi sampai sekarang tak ada. Kami hanya kerja harian, upah pun tak seberapa,” ujarnya, Selasa (5/11/2025).


Cerita serupa juga datang dari Alur Selalas dan Karang Baru: warga merasa hidup di tengah sawit, tapi tak punya sawit sendiri.


Padahal, pemerintah pusat melalui Surat Edaran Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2020 mewajibkan perusahaan perkebunan dengan HGU di atas 250 hektare untuk menyediakan kebun masyarakat paling sedikit 20 persen dari luas izinnya.


Belakangan, sejumlah media nasional seperti DetikFinance dan Bisnis Indonesia mengutip pejabat Kementerian Pertanian bahwa kebijakan baru tengah diberlakukan: kewajiban itu naik menjadi 30 persen sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang lebih besar.


Meski demikian, di Aceh Tamiang, tak satu pun data publik yang menunjukkan keberadaan kebun plasma tersebut. Seorang sumber di lingkungan pemerintah daerah mengatakan, laporan realisasi plasma tidak pernah dilampirkan dalam berkas perpanjangan HGU. “Biasanya hanya peta dan sertifikat. Tidak ada laporan plasma,” ujarnya singkat.


Kondisi ini bisa berdampak hukum. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan dan Hak atas Tanah, perusahaan yang belum memenuhi kewajiban sosial dan kemitraan tidak dapat diperpanjang HGUnya. Namun, di lapangan, izin-izin itu tetap bergulir, sementara warga sekitar terus hidup di tepi kebun tanpa akses terhadap lahan.


Dalam praktiknya, yang paling terasa justru ketimpangan sosial. Warga menjadi buruh di kebun yang berdiri di atas tanah kampung mereka sendiri.


“Kalau plasma itu ada, kami bisa punya penghasilan tetap. Tapi sekarang kami hanya bekerja untuk perusahaan yang punya semuanya,” ujar Husin, warga Rantau Pakam.


Menurut perhitungan kasar dari luas 45 ribu hektare HGU yang ada, bila aturan 30 persen plasma benar diterapkan, seharusnya sekitar 13 ribuan hektare kebun masyarakat telah berdiri di Aceh Tamiang. Faktanya, hingga kini belum ada kejelasan, dan masyarakat tak tahu ke mana janji itu menghilang.


Pakar agraria dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, menilai lemahnya pengawasan pemerintah menjadi akar masalah. “Kewajiban plasma ini tidak boleh hanya jadi formalitas administrasi,” katanya. Ia mengingatkan bahwa hak masyarakat sekitar HGU adalah bagian dari keadilan agraria yang dijamin undang-undang.


Di antara ribuan hektare sawit itu, Aceh Tamiang seakan jadi cermin: hijau di peta, tapi kelabu di hati warganya.


(Kamalruzamal)

Komentar

Tampilkan

Terkini