Lampumerahnews.id
BANDA ACEH — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kini tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana beasiswa Pemerintah Aceh di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh. Nilai program yang sedang ditelusuri mencapai lebih dari Rp420 miliar, mencakup tahun anggaran 2021 hingga 2024.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, mengatakan proses yang dilakukan saat ini masih berada pada tahap pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). “Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Kami sedang menelusuri laporan pertanggungjawaban keuangan dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan,” ujar Ali sebagaimana dikutip dari AcehGlobal.com, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, total alokasi beasiswa BPSDM Aceh untuk periode 2021–2024 mencapai sekitar Rp420,52 miliar, dengan rincian Rp153,85 miliar pada 2021, Rp141 miliar pada 2022, Rp64,55 miliar pada 2023, dan Rp61,12 miliar pada 2024. Ia menegaskan, angka tersebut adalah nilai program yang diselidiki, bukan angka kerugian negara yang sudah ditetapkan.
“Tim Kejati masih menelaah dokumen. Semua pihak akan dipanggil sesuai kebutuhan proses hukum. Belum ada penetapan tersangka,” tambahnya.
Kasus ini mengingatkan publik pada perkara serupa yang mengguncang Aceh beberapa tahun lalu, tepatnya dalam program beasiswa tahun 2017. Berdasarkan hasil audit investigatif BPKP Perwakilan Aceh, ditemukan kerugian negara lebih dari Rp10,09 miliar dari total anggaran Rp22,3 miliar pada program beasiswa yang dikelola BPSDM Aceh.
Audit tersebut menjadi dasar hukum bagi penyidik untuk membawa kasus itu ke pengadilan. Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh tanggal 6 Agustus 2024, dua terdakwa dengan inisial D.S. dan S. dinyatakan bersalah.
Terdakwa "DS" dijatuhi pidana nihil dengan denda Rp300 juta serta kewajiban membayar uang pengganti Rp1,3 miliar, karena sebelumnya telah menjalani pidana lain dalam perkara berbeda. Sedangkan "S". dijatuhi tiga tahun penjara, denda Rp50 juta, dan uang pengganti Rp35 juta.
Vonis tersebut menjadi catatan penting dalam perjalanan hukum kasus beasiswa Aceh. Meski sudah ada putusan, munculnya kembali penyelidikan di periode 2021–2024 memperlihatkan bahwa pengawasan terhadap program pendidikan strategis itu masih menyisakan celah.
Bagi banyak mahasiswa dan masyarakat, kabar penyelidikan baru ini terasa seperti luka lama yang belum sembuh. Seorang penerima beasiswa lama yang enggan disebut namanya mengatakan masih menyimpan rasa kecewa.
“Kami waktu itu cuma mahasiswa penerima, tapi nama kami ikut disebut dalam kasus. Padahal kami tak tahu-menahu soal pengelolaan uangnya,” ujarnya lirih.
Kondisi seperti ini menimbulkan efek psikologis di kalangan masyarakat. Kepercayaan terhadap program beasiswa menurun, dan sebagian calon penerima baru menjadi ragu untuk mendaftar, padahal tujuan awal program ini untuk membantu anak muda Aceh menempuh pendidikan tinggi.
Dari sisi pengawasan publik, aktivis antikorupsi dari LSM Transparency Aceh, Syaiful Lubis, menilai pola dugaan penyimpangan dalam program beasiswa ini menunjukkan adanya masalah sistemik dalam tata kelola dana pendidikan daerah. Menurutnya, kasus yang berulang menandakan lemahnya mekanisme kontrol dan transparansi antar lembaga di lingkungan Pemerintah Aceh.
“Kita melihat pola yang sama berulang. Dari 2017 sampai kini, sistem pengawasan internal di BPSDM dan Pemerintah Aceh tampak belum berubah signifikan. Ketika laporan pertanggungjawaban hanya menjadi dokumen formal tanpa verifikasi lapangan yang ketat, celah penyimpangan terbuka lebar,” ujar Syaiful.
Ia menambahkan, Transparency Aceh telah beberapa kali mengingatkan Pemerintah Aceh agar publikasi data penerima beasiswa dibuka ke publik, termasuk nama, universitas, dan besaran bantuan.
“Kalau transparan, publik bisa ikut mengawasi. Tapi selama datanya tidak dibuka, isu dugaan penyimpangan akan terus muncul. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga soal kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,” katanya menegaskan.
Sementara itu, pihak BPSDM Aceh yang dikonfirmasi menyatakan lembaganya selalu terbuka terhadap audit dan pemeriksaan hukum. “Semua laporan sudah kami buat sesuai ketentuan. Kami mendukung langkah hukum agar program ke depan lebih transparan,” ujar salah satu pejabatnya singkat.
Kejati Aceh menegaskan, proses yang kini berjalan adalah bentuk komitmen lembaga dalam menjaga akuntabilitas anggaran publik. “Kami mengajak masyarakat tidak berspekulasi dan tetap percaya pada proses hukum. Penyelidikan ini masih dalam tahap awal,” tutup Ali Rasab Lubis seperti dikutip dari AcehGlobal.com_ .
Bagi masyarakat Aceh, kasus beasiswa ini menjadi cermin tentang pentingnya kejujuran dalam mengelola dana pendidikan. Sebab di balik setiap rupiah yang disalurkan, ada doa dan harapan ribuan mahasiswa Aceh yang ingin menatap masa depan dengan kepala tegak.
(Kamalruzamal )



 
 
 
 
