Lampumerahnews.id
Jakarta- terbaru untuk pengupahan bakal diterbitkan. Sorotan utamanya formula perhitungan upah minimum sebagai berikut : UM eksisting + Inflasi + [PE x £]
Dari formula baru itu menggambarkan beberapa hal berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi tak sepenuhnya dinikmati buruh
Nilai pertumbuhannya akan selalu direduksi oleh faktor alfa yang ditetapkan otoritas.
Artinya, sebesar apapun prestasi ekonomi nasional, porsinya untuk buruh tetap menyusut. Padahal, tingkat partisipasi tenaga kerja naik menjadi 95,15% menurut BPS, dengan 146,54 juta orang bekerja. Jika upah rata-rata nasional Rp3,33 juta/bulan bisa diperbaiki, pertumbuhan ekonomi berpotensi terdorong lebih cepat.
2. Upah Minimum belum menjangkau biaya hidup layak
Mengacu standar biaya hidup layak BPS, upah minimum nasional diproyeksi bakal masih tertinggal 20–30% dari kebutuhan riil rumah tangga buruh. Survei dari Tim Buruh menunjukkan kesenjangan ini bisa lebih besar lagi. Padahal Presiden menekankan kesejahteraan buruh agar “bisa tidur tenang karena penghasilannya cukup.” Formula baru ini belum mengakomodir target tersebut.
3. Daya beli buruh tetap tertekan.
Kenaikan upah minimum belum mampu mengangkat daya beli buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Risiko ini semakin berat jika menghadapi kenaikan harga barang dan jasa. Daya beli rumah tangga buruh dipastikan akan tergerus lebih dalam.
Berdasarkan ketiga kondisi itu, formula pengupahan baru belum cukup menjadi daya ungkit bagi kehidupan layak buruh. Idealnya, upah minimum harus mampu memperkecil jarak ketimpangan antara pendapatan dan pembiayaan rumah tangga buruh. Apalagi jika bisa dieskalasi dengan penambahan faktor kesejaheteraan tertentu yang ingin lebih dulu dicapai..
Oleh : Achmad Ismail " Ais
Pembina
Federasi Pelita Mandiri


