-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

Langkah Tegas Polda Aceh Jaga Harga Beras: Sinergi Satgas dan Tantangan Stabilisasi Pangan Daerah*

lampumerahnews
Rabu, 22 Oktober 2025, 22.55 WIB Last Updated 2025-10-22T15:55:20Z



Lampumerahnews.id

Banda Aceh – Di tengah dinamika harga pangan nasional yang terus berfluktuasi, langkah cepat Polda Aceh membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Harga Beras menandai keseriusan pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. Upaya ini bukan sekadar penegakan aturan, tetapi juga bentuk komitmen nyata agar harga beras di pasaran tetap sesuai dengan ketentuan harga eceran tertinggi (HET).


Satgas ini dikomandoi oleh Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, dengan dukungan tujuh lembaga strategis di daerah, mulai dari Badan Pangan Nasional, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan, hingga Perum Bulog dan Dinas Pangan.


“Kami, Direktorat Krimsus, menjadi koordinator bersama tujuh stakeholder daerah, mulai dari Bapanas, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan, Bulog, hingga Dinas Pangan,” ujar Zulhir, dalam keterangannya usai pembentukan satgas, Rabu (22/10/2025).


Dalam konteks nasional, pembentukan satgas serupa juga telah dilakukan di sejumlah provinsi untuk mengendalikan harga beras jelang akhir tahun, saat permintaan cenderung meningkat. Namun di Aceh, kebijakan ini memiliki nilai strategis tersendiri karena sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian, sementara distribusi beras masih rentan terhadap fluktuasi harga akibat jarak logistik dan pasokan antar kabupaten.


Satgas yang baru dibentuk itu langsung berkoordinasi dengan 23 kabupaten/kota di Aceh. Langkah awalnya adalah memantau dinamika stok dan harga beras di pasar-pasar utama daerah.


 “Satgas di daerah sudah bergerak. Tujuannya agar harga beras tidak melebihi HET dan kualitasnya tetap sesuai label, sehingga masyarakat mendapatkan beras dengan mutu yang layak,” jelas Zulhir.


Berdasarkan ketentuan, HET beras medium di Aceh ditetapkan sebesar Rp14.000 per kilogram, sementara beras premium berada di kisaran Rp15.400 per kilogram. Namun laporan sementara menunjukkan adanya dua wilayah yang menjual di atas HET, yakni Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Barat Daya.


Langkah pengawasan yang dilakukan satgas tidak hanya berorientasi pada penindakan, tapi juga mengedepankan edukasi kepada para pelaku usaha.


“Kami memberikan surat teguran bagi pelaku usaha yang menjual beras di atas HET. Harapannya, langkah ini bisa segera menstabilkan harga di pasaran,” kata Zulhir.


Ia juga menegaskan, pelaku usaha yang tetap melanggar akan dikenakan sanksi tegas.


“Kami berikan waktu bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan harga. Namun, jika tetap melanggar, sanksi pencabutan izin akan diberlakukan,” tegasnya.


Selain mengawasi harga, Satgas juga mewaspadai praktik penimbunan beras, yang kerap menjadi pemicu utama lonjakan harga di pasar. Karena itu, tim dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota akan mengumpulkan data lapangan guna memastikan ketersediaan beras tetap aman menjelang akhir tahun.


Di luar sisi teknis pengawasan, kebijakan ini mencerminkan dorongan moral agar pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan pelaku usaha dapat menempatkan stabilitas pangan sebagai prioritas bersama. Dalam konteks Aceh, kebijakan semacam ini juga memperkuat upaya pemerintah membangun kepercayaan publik terhadap komitmen negara menjaga kebutuhan pokok rakyatnya.


Langkah ini bukan semata urusan harga, tetapi juga soal keadilan sosial — memastikan setiap warga Aceh tetap dapat membeli beras dengan harga yang wajar dan kualitas yang layak, tanpa harus terbebani oleh permainan pasar.


(Kamalruzamal)

Komentar

Tampilkan

Terkini