LAMPUMERAHNEWS.ID
Dikenal sebagai gerbang ekowisata di ujung timur Aceh, Kabupaten Aceh Tamiang menyimpan pesona hutan tropis Taman Nasional Gunung Leuser yang menakjubkan. Di balik lebatnya rimba dan derasnya Sungai Tamiang, tumbuh semangat masyarakat yang menjaga alam sambil membuka peluang wisata berkelanjutan._
Aceh Tamiang - Di ujung timur Provinsi Aceh, hamparan hijau Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menjadi saksi hidup tentang bagaimana alam, manusia, dan sejarah berpadu menjadi satu harmoni. Di balik sunyi hutan tropis dan kabut pagi yang menutupi lereng, Aceh Tamiang kini pelan-pelan mulai dikenal dunia sebagai gerbang ekowisata baru di Sumatera.
Bagi masyarakat setempat, hutan bukan sekadar bentangan pepohonan. Ia adalah rumah, sumber kehidupan, dan kini harapan baru. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang bersama pelaku wisata lokal tengah berupaya memperkenalkan konsep pariwisata berkelanjutan yang tidak hanya menawarkan keindahan, tetapi juga kesadaran akan pentingnya menjaga alam.
"Wisata di sini bukan hanya soal datang dan berfoto. Kami ingin setiap pengunjung pulang dengan rasa hormat pada alam," ujar seorang pemandu lokal di kawasan Air Terjun Lawe Gura, yang kini ramai dikunjungi wisatawan sejak jalur trekking-nya dibuka kembali tahun lalu.
TNGL merupakan kawasan konservasi yang membentang di dua provinsi Aceh dan Sumatera Utara dengan luas lebih dari 1 juta hektare. Dari 10 kabupaten yang mengelilingi nya, Aceh Tamiang menjadi salah satu titik terdekat untuk menikmati sisi liar sekaligus tenang dari hutan tropis ini.
Di wilayah ini, pengunjung bisa menemukan beragam destinasi alam yang memesona :
Air Terjun Rawa Jitu yang menjulang di tengah rimba lebat, Pemandian Air Panas Kaloy yang menjadi tempat relaksasi alami, Sungai Tamiang dengan arus derasnya yang menantang untuk arung jeram, dan Kawasan Kuala Paret, sungai bertebing sempit yang kini viral karena pesonanya mirip _Green Canyon.__
Setiap tempat membawa cerita tentang masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan, tentang generasi muda yang kini menjadi pemandu ekowisata, dan tentang alam yang terus memberi tanpa meminta banyak.
Taman Nasional Gunung Leuser bukan sekadar kawasan wisata. Ia adalah Warisan Dunia UNESCO dan juga Cagar Biosfer Internasional sejak 1981. Status ini diberikan bukan tanpa alasan: di dalamnya hidup 89 spesies langka dan dilindungi, termasuk Orang utan Sumatera, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan Badak Sumatera tempat satwa kunci Asia yang kini terancam punah.
TNGL juga menjadi bagian dari _Tropical Rainforest Heritage of Sumatra,_ bersama Taman Nasional Kerinci Seblat dan Bukit Barisan Selatan. Ketiganya membentuk bentang hutan hujan tropis terakhir di dunia yang masih utuh dan terus dijaga dengan penuh dedikasi.
Di balik megahnya hutan, kehidupan masyarakat Aceh Tamiang berjalan selaras dengan alam. Banyak warga yang kini beralih profesi menjadi pemandu wisata, pengelola homestay, atau penjual produk lokal hasil hutan non-kayu.
Pendekatan ekowisata berbasis masyarakat ini menjadi upaya konkret untuk menekan perambahan hutan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.
Dulu kami ke hutan untuk mengambil kayu. Sekarang, kami menjaga hutan karena kami hidup dari wisata, kata Rahmad, salah satu warga di kaki Gunung Leuser.
Bagi mereka, Taman Nasional Gunung Leuser bukan sekadar kawasan konservasi ia adalah sumber inspirasi dan identitas.
Gunung Leuser yang menjulang setinggi 3.119 meter menjadi ikon utama dari kawasan ini. Di puncaknya, udara terasa murni, seolah membawa pesan dari masa lalu: bahwa kehidupan manusia dan hutan tak bisa dipisahkan. Di bawahnya, Sungai Alas mengalir deras, membelah taman nasional, membawa kesuburan bagi desa-desa yang bergantung padanya.
Bahkan di sela pepohonan raksasa, bunga Rafflesia si raksasa dari hutan tropis masih tumbuh dan mekar, seolah menjadi simbol keteguhan alam Aceh.
Kini, Taman Nasional Gunung Leuser bukan hanya kebanggaan Aceh, tapi juga aset dunia. Dengan potensi alam, budaya, dan semangat masyarakatnya, Aceh Tamiang layak menjadi pintu masuk utama ekowisata berkelas dunia dari ujung timur Aceh.
Bagi siapa pun yang ingin melihat sisi lain Indonesia yang alami, tulus, dan penuh kehidupan maka perjalanan ke Aceh Tamiang adalah undangan untuk merasakan, bukan sekadar melihat. (Kamalruzamal)
Sumber : dari berbagai sumber