-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

Mengapa Suntikan Modal Tak Mampu Selamatkan Perumda Tirta Tamiang dari Kerugian

lampumerahnews
Jumat, 14 November 2025, 10.33 WIB Last Updated 2025-11-14T03:33:40Z

LAMPUMERAHNEWS.ID 

Aceh Tamiang – Panitia Seleksi Calon Direktur Perumda Air Minum Tirta Tamiang kembali mengumumkan hasil tahap terbaru. Tiga kandidat dinyatakan lolos Uji Kepatutan dan Kelayakan (UKK): Muamar Khadapi, S.Pd, Husni Mubarak, S.Pd.I, M.Ag, dan Juanda, SIP. Mereka kini bersiap menghadapi wawancara akhir dengan Kepala Daerah.(12/11/2025)


Namun selagi proses seleksi bergerak maju, perbincangan publik justru kembali mengarah pada satu persoalan lama yang belum pernah tuntas: tingginya kehilangan air yang menggerus keuangan perusahaan dari tahun ke tahun.


Kajian akademik yang dipublikasikan tahun 2019 oleh peneliti Universitas Malikussaleh mengungkap besarnya persoalan itu. 

Dalam penelitian tersebut, kehilangan air PDAM yang kini bernama Perumda Tirta Tamiang mencapai 38,5 persen, atau setara 394.680 meter kubik per tahun, dengan nilai kerugian finansial diperkirakan mencapai Rp1,73 miliar per tahun. Temuan ini berasal dari pengukuran data 2017, namun hingga kini tidak ada laporan resmi yang menyatakan angka kehilangan air itu sudah menurun signifikan, sehingga publik menilai potret masalahnya masih relevan.


Standar nasional melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 menyebutkan bahwa kehilangan air yang dapat ditoleransi maksimal 20 persen. Apa yang terjadi di Tirta Tamiang hampir dua kali lipat batas wajar menjadi isyarat bahwa sistem distribusi dan pencatatan air masih menyimpan masalah struktural yang belum tersentuh secara serius.


Kehilangan air sendiri terbagi dua kategori sebagaimana dijelaskan dalam kajian tersebut. Ada kehilangan air yang tercatat, seperti penggunaan untuk pengurasan pipa atau kebutuhan hydrant yang memang dicatat di sistem. Namun bagian terbesar justru muncul dari kehilangan air tidak tercatat, yang mencakup kebocoran pipa distribusi, sambungan rumah yang tidak terdata, meter pelanggan yang rusak atau tidak akurat, hingga kesalahan pencatatan dan administrasi. Pada titik inilah persoalan Perumda Tirta Tamiang paling sering disorot, karena air yang hilang tanpa angka di sistem berarti pendapatan perusahaan lenyap begitu saja.


Pemerhati pelayanan publik dari Transparency Aceh, Saiful Lubis, melihat persoalan kehilangan air tak tercatat ini sebagai inti dari kerugian perusahaan selama bertahun-tahun. Ia mengatakan bahwa seberapa besar pun modal daerah digelontorkan, kebocoran non-fisik ini tetap akan membocorkan pendapatan.


“Modal boleh masuk belasan miliar, tapi kalau air yang diproduksi tidak masuk ke meter pelanggan, ya tetap rugi. Kehilangan air yang tidak tercatat itu ibarat kebocoran yang tak terlihat. Itu jantung masalahnya,” kata Saiful Lubis.


Dalam penelitian ilmiah yang sama, akurasi meter pelanggan juga diuji. Hasilnya menunjukkan ketidakakuratan sekitar 3,1 persen, yang turut menyumbang kehilangan air sebesar 12.235 meter kubik per tahun. Meski terlihat kecil di atas kertas, angka ini tetap berarti beban pendapatan terutama di daerah dengan tarif rata-rata Rp4.403 per meter kubik.


Akademisi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, Drs. Syamsul Rial, MM, menilai kondisi kehilangan air yang jauh di atas standar nasional sebagai peringatan keras yang tidak boleh dianggap persoalan teknis semata. Sebagai mantan auditor, ia menekankan pentingnya audit air secara menyeluruh.


“Standar pemerintah jelas: batas wajar 20 persen. Kalau angkanya hampir 40 persen, perusahaan wajib melakukan audit kehilangan air. Itu untuk memastikan apakah masalahnya human error, meter rusak, pencatatan yang tidak tepat, atau ada faktor lain. Tanpa audit khusus, sumber masalahnya tidak akan pernah terlihat,” ujar Syamsul Rial.


Ia mengingatkan bahwa audit air berbeda dari audit keuangan. Audit air memetakan seluruh pergerakan air mulai dari produksi, distribusi, hingga ke setiap meter pelanggan. Dari situ bisa diketahui bagian mana yang hilang, mana yang tidak tercatat, dan mana yang berpotensi mengarah pada praktik penggunaan air tanpa izin.


Sementara itu, laporan keuangan yang diaudit BPK menunjukkan kerugian masa lalu masih membayangi Perumda. Saldo rugi PDAM lama sebesar Rp66–67 miliar ikut terbawa setelah perubahan status badan hukum, ditambah kerugian operasional pada 2022 yang mencapai Rp4 miliar, meski penyertaan modal daerah terus diberikan setiap tahun. Banyak pihak menilai bahwa modal itu justru bisa memberikan dampak nyata apabila masalah kehilangan air menjadi fokus utama pembenahan.


Bagi tiga calon direktur yang menunggu giliran wawancara akhir, persoalan kehilangan air ini bak dinding besar yang berdiri menghadang pekerjaan mereka. Mereka nantinya tidak hanya dituntut membalik laporan keuangan, tetapi juga harus berani menutup lubang-lubang kecil yang selama ini membuat pendapatan mengalir keluar tanpa jejak.


Dengan angka kehilangan air yang masih jauh dari standar, penyertaan modal yang belum terasa manfaatnya, serta kerugian historis yang belum tertutup, publik kini menaruh perhatian pada satu hal: apakah direktur baru nanti berani mengubah pola lama dan menjadikan penurunan kehilangan air sebagai prioritas mutlak?

( Kamalruzamal )

Komentar

Tampilkan

Terkini