Lampumerahnews.id
Jakarta- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta saat ini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai bagian dari agenda pengendalian konsumsi produk tembakau dan perlindungan kesehatan masyarakat.
PD FSP RTMM DKI Jakarta Ujang Romli, ST dan Ketua Umum AMTI (Aliansi masyarakat Tembakau Indonesia) " Edi Sutopo, memberikan masukan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI JAKARTA.
" kami memberikan masukan terhadap sejumlah pasal dalam rancangan tersebut, dengan bertujuan agar kebijakan yang dihasilkan tetap berimbang, melindungi kesehatan masyarakat tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi, lapangan kerja, serta sektor usaha kecil dan industri kreatif." Kata Ujang Romli, usai menyambangi Kantor DPRD DKI Jakarta. (29/10).
" Dalam dokumen masukan yang disampaikan, lanjut Ujang, " disebutkan bahwa beberapa pasal berpotensi menimbulkan konsekuensi sosial dan ekonomi, terutama bagi pelaku usaha seperti peritel modern, pedagang tradisional, perhotelan, restoran, dan kafe. Kebijakan yang terlalu ketat dinilai dapat menurunkan omzet, mengurangi serapan tenaga kerja, dan bahkan mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal."ungkapnya.
Beberapa poin penting yang menjadi sorotan antara lain:
* Pasal 1 angka 6, yang menyamakan definisi antara rokok konvensional dengan rokok elektronik (vape). Masukan yang diberikan menekankan perlunya pemisahan definisi agar selaras dengan UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024.
* Pasal 4 ayat (1) menambahkan sejumlah area sebagai Kawasan Tanpa Rokok yang tidak disebutkan dalam PP 28/2024. Diharapkan lingkupnya dikembalikan sesuai dengan aturan nasional.
* Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang menetapkan batas fisik KTR seperti “batas pagar terluar” dan “batas kucuran air dari atap” dianggap tidak memiliki dasar hukum dan perlu disesuaikan.
* Pasal 17 ayat (3) tentang kewajiban izin khusus menjual rokok dinilai bertentangan dengan UU Cukai, karena penjualan produk bercukai resmi tidak memerlukan izin tambahan.
* Pasal 17 ayat (4) terkait larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak berpotensi menekan usaha kecil dan menurunkan pendapatan hingga 70%.
* Pasal 17 ayat (5) mengenai larangan total iklan, promosi, dan sponsorship rokok di seluruh wilayah DKI dinilai tidak memiliki dasar hukum eksplisit dan dapat berdampak pada industri kreatif.
* Pasal 17 ayat (6) yang melarang pemajangan produk rokok dinilai bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen, karena menghambat hak konsumen memperoleh informasi tentang produk yang dijual.
Di tempat yang sama Ketua AMTI " Edi Sutopo menyampaikan masukan yang di sampaikan saat pertemuan dan harapan Ranperda KTR DKI Jakarta dapat menjadi regulasi yang profesional.
" Artinya tidak hanya berpihak pada aspek kesehatan, tetapi juga memperhatikan keberlangsungan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor terkait produk tembakau. Dengan pengaturan yang berimbang dan realistis, kebijakan KTR diharapkan dapat efektif menekan konsumsi di kalangan usia muda, sekaligus tetap menjaga stabilitas ekonomi dan lapangan kerja di Jakarta."pungkasnya.


