Lampumerahnews.id
Jakarta – Penegakan hukum di wilayah Polsek Suralaga, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini menjadi sorotan tajam. Sejumlah oknum kepolisian di bawah komando Kapolsek Suralaga resmi dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri karena diduga kuat menyalahgunakan kewenangan serta tidak menjalankan prosedur hukum sebagaimana mestinya dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak.
Laporan tersebut dilayangkan oleh Advokat Teuku Luqmanul Hakim, S.H., M.H., yang menjadi kuasa hukum korban dalam perkara tersebut. Ia menuding penanganan perkara oleh penyidik Reskrim Polsek Suralaga telah melanggar standar operasional prosedur dan berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat.
> “Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi sudah mengarah pada dugaan penyimpangan hukum yang serius. Seharusnya, karena menyangkut anak sebagai korban kekerasan, kasus ini ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), bukan oleh penyidik umum di tingkat Polsek,” tegas Luqmanul Hakim dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (10/7/2025).
Lebih parah lagi, menurutnya, penyidik justru mengarahkan korban untuk melakukan visum di puskesmas, alih-alih merujuk ke rumah sakit rujukan resmi yang memiliki kerja sama dengan kepolisian. Padahal, validitas hasil visum menjadi elemen penting dalam pembuktian kasus kekerasan.
Ironisnya, meskipun pelapor telah menyerahkan bukti video visual yang merekam jelas momen kekerasan, penyidik dinilai mengabaikan bukti tersebut. Dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP), memang disebutkan sejumlah tindakan penyidikan telah dilakukan, seperti pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti berupa seutas tali nilon. Namun, bukti video justru tidak diproses sebagai petunjuk hukum.
> “Video itu menunjukkan secara nyata tindakan kekerasan. Mengabaikannya berarti mengabaikan fakta. Ini bentuk pengabaian serius terhadap prinsip due process of law,” jelasnya.
Kritik tajam juga diarahkan pada pelaksanaan gelar perkara yang dilakukan oleh Polres Lombok Timur. Menurut hasil gelar, perkara tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan karena dianggap belum cukup dua alat bukti. Namun, kuasa hukum korban membantah keras penilaian tersebut.
> “Barang bukti fisik dan rekaman video sudah cukup memenuhi syarat. Jika ini tidak dianggap cukup, maka ada yang keliru dalam cara berpikir penegak hukumnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa gelar perkara tidak sah dilakukan jika sejak awal penanganan kasus tidak berada di tangan penyidik yang berwenang secara khusus, seperti Unit PPA yang memiliki kompetensi menangani kasus kekerasan terhadap anak.
Dalam laporannya ke Kadivpropam, kuasa hukum menuntut investigasi menyeluruh dan sanksi tegas terhadap oknum penyidik, Kanit Reskrim, dan Kapolsek Suralaga atas dugaan pelanggaran etik dan prosedur.
> “Jika institusi Polri ingin tetap dipercaya publik, maka kasus ini harus dibersihkan sampai ke akarnya. Jangan ada lagi aparat bermain-main dengan hukum, apalagi dalam perkara yang menyangkut korban anak,” tutupnya.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi pintu masuk bagi reformasi internal kepolisian, sekaligus memperkuat komitmen institusi dalam menegakkan hukum yang adil, profesional, dan berorientasi pada perlindungan kelompok rentan.
(Dion)