Lampumerahnews.id
Jakarta— Tiga organisasi besar umat Islam, yaitu Front Persaudaraan Islam (FPI), GNPF Ulama, dan Persada 212, yang tergabung dalam Tripilar Umat Islam, menyampaikan maklumat keras terhadap sistem pengelolaan sumber daya alam (SDA), khususnya sektor pertambangan minerba, yang dinilai merusak lingkungan dan melanggar konstitusi.
Dalam maklumat bernomor 01/TPS/VI/2025, Tripilar menyoroti aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dianggap telah menyebabkan kerusakan lingkungan berskala besar di kawasan yang dikenal sebagai “Crown Jewel of Marine Biodiversity”.
> "Segala bentuk aktivitas tambang destruktif di Raja Ampat telah merusak habitat 75% spesies karang dunia dan mengancam kehidupan 49.048 jiwa masyarakat lokal," tegas Tripilar dalam pernyataan resminya
Mereka menilai, akar persoalan ini adalah paradigma keliru dalam memandang SDA sebagai semata komoditas ekonomi, yang mendorong sistem eksploitasi kapitalistik tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat.
Tripilar menuntut:
1. Pencabutan seluruh izin pertambangan di Raja Ampat dan pemberlakuan moratorium permanen terhadap aktivitas ekstraktif di kawasan konservasi laut (Marine Protected Area).
2. Pertanggungjawaban hukum penuh dari korporasi tambang, khususnya PT Tambang Mineral Indonetama, atas kerusakan ekosistem serta kompensasi terhadap masyarakat terdampak.
3. Reformasi total sistem pengelolaan SDA nasional agar kembali mengacu pada Pasal 33 UUD 1945 dan tidak dikuasai oleh oligarki dan kepentingan asing.
4. Seruan Jihad Lingkungan, mengajak seluruh umat Islam untuk menyelamatkan alam Indonesia sebagai bagian dari pengamalan iman dan ibadah.
5. Investigasi oleh KPK, Komnas HAM, dan penegak hukum terhadap indikasi korupsi, pelanggaran HAM, dan kejahatan lingkungan (ecocide) terkait izin tambang di kawasan tersebut.
Mereka juga mendesak DPR RI, khususnya Komisi IV dan VII, untuk menggunakan hak interpelasi terhadap pemerintah atas kelalaian ini. Pemerintah, kata mereka, harus mengubah arah pembangunan dari eksploitatif menjadi regeneratif, berbasis kearifan lokal dan partisipasi tokoh agama.
Maklumat ini ditandatangani oleh tiga pimpinan organisasi: Habib Muhammad Alatas (Ketua Umum FPI), Ust. Yusuf M. Martak (Ketua Umum GNPF Ulama), dan KH. Ahmad Shobri Lubis (Ketua Umum Persada 212), sebagai bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional terhadap keberlangsungan lingkungan dan generasi masa depan.
(Dion/Red)