-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

Fantastis gaji Arief alias Ibam di Kemendikbudristek sampai 163 Juta perbulan

lampumerahnews
Senin, 22 Desember 2025, 20.35 WIB Last Updated 2025-12-22T13:36:06Z

Lampumerahnews.id 

Jakarta - Terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Ibrahim Arief alias IBAM, menyinggung soal gaji Rp 163 juta per bulan yang diterimanya saat bekerja sebagai konsultan. Hal itu disampaikan melalui eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.


Sidang pembacaan eksepsi tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025). Nota keberatan dibacakan oleh tim kuasa hukum Ibrahim Arief di hadapan majelis hakim.


Dalam eksepsinya, kuasa hukum Ibrahim menilai surat dakwaan jaksa disusun secara tidak cermat, kabur, dan tidak lengkap. Oleh sebab itu, pihaknya meminta majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima.


Kuasa hukum juga menegaskan posisi kliennya dalam perkara ini tidak sebagaimana yang digambarkan dalam dakwaan. Ibrahim Arief disebut bukan Director of Engineering maupun bagian dari tim teknis pengadaan sebagaimana dituduhkan jaksa. Ia hanya bekerja sebagai tenaga konsultan di Yayasan PSPKI dalam rentang waktu Januari hingga Juni 2020.


“Ibrahim Arif bukan pejabat negara, bukan staf khusus menteri, dan bukan orang dalam kementerian,” ujar kuasa hukum Ibrahim Arif.


Ia menambahkan, kliennya tidak memiliki relasi sebelumnya dengan pejabat di Kemendikbudristek dan tidak pernah dilibatkan dalam komunikasi internal kementerian. Bahkan, menurutnya, Ibrahim Arief tidak pernah tergabung dalam grup percakapan yang disebut dalam dakwaan.


“Klien kami juga tidak pernah bergabung dalam grup WhatsApp Mas Menteri Core Team maupun Education Council,” ujarnya.


Lebih lanjut, kuasa hukum menyebut nama Ibrahim Arief dicantumkan dalam surat keputusan (SK) Tim Teknis serta dokumen kajian pengadaan tanpa sepengetahuan dan persetujuan kliennya. Ibrahim Arief juga ditegaskan tidak pernah menerima honorarium dari SK tersebut.


“Klien kami baru tahu keberadaan SK tersebut ketika perkara ini muncul, bertahun-tahun setelah SK diterbitkan,” jelasnya.


Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuding Ibrahim Arief bersama para terdakwa lain terlibat dalam penyusunan kajian, penetapan harga satuan, alokasi anggaran, hingga pelaksanaan pengadaan laptop Chromebook untuk tahun anggaran 2020 sampai 2022. Namun, kuasa hukum menilai tuduhan tersebut tidak logis karena kliennya hanya bertugas sebagai konsultan perancang aplikasi pendidikan dan tidak memiliki kewenangan dalam urusan anggaran maupun pengadaan barang.


Ia juga menegaskan Ibrahim Arief telah mengundurkan diri dari Yayasan PSPKI sejak Juni 2020, sementara proses pengadaan baru berlangsung setelah periode tersebut.


“Tidak masuk akal seorang konsultan yang sudah mengundurkan diri dituduh mengatur pengadaan hingga tiga tahun berikutnya,” ucapnya.


Terkait isu gaji Rp 163 juta per bulan, kuasa hukum menegaskan penghasilan tersebut sepenuhnya dibayarkan oleh Yayasan PSPKI dan tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran gaji itu, kata dia, ditetapkan melalui proses negosiasi profesional dan justru lebih kecil dibandingkan penghasilan Ibrahim Arief di pekerjaan sebelumnya.


“Keputusan klien kami bergabung bukan karena besaran gaji, karena gaji tersebut senyatanya turun hampir setengahnya dari penghasilan Klien kami pada pekerjaan sebelumnya. Pada waktu yang sama, klien kami juga menolak tawaran pindah ke London dari Facebook meski sudah lolos seleksi,” kata dia.

Komentar

Tampilkan

Terkini