-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

Menuju Indonesia adil dan bermartabat RI FA BEM dan GMPRI gelar seminar, dorong percepatan RKUHAP

lampumerahnews
Sabtu, 16 Agustus 2025, 18.18 WIB Last Updated 2025-08-16T11:18:12Z

 


Lampumerahnews.id

Jakarta – Dalam rangka menyambut HUT RI Ke-80. Dewan Pimpinan Pusat Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (DPP FA BEM) dan Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Indonesia (GMPRI) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Urgensi Percepatan Pembahasan RKUHAP dan Reformasi Berkelanjutan untuk Indonesia lebih Adil dan Bermartabat menuju Indonesia Emas 2045". (16/8).


Diskusi publik dihadiri oleh beberapa narasumber diantaranya Zainuddin Arsyad, S.Sos (Ketum DPP FA BEM), Raja Agung Nusantara, M.Pd, M.M. (Ketum DPP GMPRI), Deki Saputra SH (Pakar Hukum Perdata Dan Pidana Wakil Ketum DPP FA BEM), Dr Ramdan (Akademisi Dosen Tetap STIE GANESHA JAKARTA), Moch Ilham Afdol, S.Sos (Peneliti dan Pengamat Sosial dan Politik LP3ES).


Diskusi yang dimoderatori oleh Imam Hidayatullah, M.A.  diselenggarakan di Restauran Raden Bahari Jl Warung Bucit Raya No 135 Mampang Prapatan Jakarta Selatan.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku sejak 1981 kini tengah disiapkan untuk direvisi secara menyeluruh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, anggota DPR RI. Zainuddin Arsyad Ketum DPP FABEM mengatakan.


”Sebagai bentuk rasa syukur atas usia kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ke 80 Kegiatan Seminar Nasional ini diharapkan dapat menjadi wadah aspirasi para pemuda dan mahasiswa untuk menyumbangkan ide dan gagasannya mengenai kepastian penegakan hukum agar rasa keadilan dalam masyarakat tidak jauh panggang dari api."paparnya .


"Menurut kami hal ini menjadi kebutuhan mendesak menyusul disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 yang akan berlaku pada 2 Januari 2026. Revisi KUHAP menjadi penting karena regulasi yang lama tidak dapat lagi mengoperasionalkan KUHP yang baru”. Lanjut nya .


Selaras dengan itu Raja Agung Nusantara, M.Pd, M.M. Ketum DPP GMPRI menekankan KUHAP lama hanya sebagai pendukung.


"KUHAP lama adalah UU No 8 Tahun 81 peninggalan orde baru  hanya mendukung penerapan KUHP lama. KUHAP yang kita miliki sekarang tidak kompatibel dengan KUHP yang baru. Maka dari itu, yang dibutuhkan bukan sekadar revisi, tapi penggantian secara menyeluruh dan harus disegerakan demi kejelasan dan kepastian dalam penegakan hukum. ” ungkapnya .


"menurut saya KUHAP saat ini sudah tidak relevan dan tidak pernah mengalami revisi substansial sejak diberlakukan, kecuali melalui beberapa putusan Mahkamah Konstitusi. Kondisi ini menyebabkan banyak norma dalam KUHAP tidak lagi sejalan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia (HAM) maupun praktik peradilan modern. Salah satu kelemahan utama KUHAP saat ini adalah pendekatannya yang semata-mata menempatkan pengadilan sebagai satu-satunya jalur penyelesaian perkara pidana. Padahal di era modern, pendekatan keadilan restoratif sudah menjadi praktik yang umum. Sayangnya, penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam sistem hukum kita masih “setengah resmi”."ungkap nya.


Dr. Ramdan, yang merupakan anggota Akademi Dosen Tetap STIE GANESHA di Jakarta , ikut menyoroti KUHAP , menurut nya "Restorative justice perlu diatur jelas dalam KUHAP yang baru." Sangat penting untuk segera menyahkan RKUHAP, bukan hanya sebagai kebijakan yang sedang dibahas, tetapi juga sebagai sistem hukum yang sah yang menjamin kepastian hukum. Ini karena beberapa alasan, termasuk meningkatkan keadilan dan kepastian hukum di Indonesia, mengatasi keterlambatan proses hukum dan meningkatkan efisiensi, meningkatkan kualitas penegakan hukum dan profesionalisme penegak hukum, mengurangi kesenjangan hukum, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum. Dengan pengesahan RKUHAP, Indonesia dapat meningkatkan keamanan masyarakat, mengurangi tingkat kejahatan, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.


Di sisi lain Moch Ilham Afdol, S.Sos. (Peneliti dan Pengamat Sosial dan Politik LP3ES) menekankan bahwa perlindungan terhadap tersangka merupakan komponen penting lainnya dari revisi KUHAP.


"Saat ini, penegak hukum sering kali menetapkan tersangka secara sepihak tanpa melakukan uji objektif. Seharusnya ada forum pengadilan yang memutuskan apakah seseorang pantas ditetapkan sebagai tersangka atau tidak. Itu diuji sebelum ditetapkan, bukan setelahnya. Ini merupakan bentuk penguatan perlindungan HAM, " Ujar nya .


Ilham mengusulkan bahwa penyelidikan tidak harus diatur dalam KUHAP karena jenis penyelidikan berbeda-beda dan bersifat teknis. Lembaga penegak hukum seharusnya menetapkan praktik seperti ini melalui peraturan internal, seperti Peraturan Kepolisian.


“Lembaga seperti KPK dan Kejaksaan kerap menetapkan tersangka langsung berdasarkan hasil penyelidikan, meskipun dalam KUHAP saat ini tidak diatur bahwa penyelidikan dapat menjadi dasar penetapan tersangka. Karena itu, sebaiknya aspek-aspek teknis penyelidikan tetap diatur di luar KUHAP,” imbuhnya.

Komentar

Tampilkan

Terkini